Pembiayaan Leasing - nbmutiara

Wednesday 25 November 2015

Pembiayaan Leasing

Pic from: https://image.cermati.com/
2.1    Definisi
Leasing atau sewa guna usaha secara umum adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Kieso (2007: 159), lease adalah perjanjian kontraktual antara lessor dan lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan property tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik.
Pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Menurut Perpres no 9 thn 2009, leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha baik dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Menurut PSAK No.30 tentang akuntansi sewa guna usaha (leasing), mengartikan leasing sebagai setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut Financial Accounting Standard Boards (FASB) no 13, lease adalah suatu perjaanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta,pabrik atau alat-alat(tanah atau aktiva yang didepresiasi atau kedua-duanya) biasanya mempunyai jangka waktu tertentu,

2.2    Pihak-pihak yang Terlibat dalam Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut :
1.    Lessor
Yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
2.    Lessee
Yaitu nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.    Supplier
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
4.   Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.
5.   Asuransi
Untuk menghindari risiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, maka ditetapkan dalam perjanjian kontraknya bahwa adanya asuransi yang ditanggung oleh pihak lessee. Pihak lessee harus menanggung premi asuransi dengan alasan lessee adalah pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari selisih anatara biaya dana (cost of fund) dengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.

2.3    Keunggulan Leasing
1.      Pembiayaan 100% dengan suku bunga tetap
Lease sering ditandatangani tanpa membutuhkan uang muka dari lessee, yang membantu menghemat dana kas yang terbatas khususnya sangat diinginkan oleh perusahaan baru dan sedang berkembang. Selain itu, pembayaran lease juga sering bersifat tetap, sehingga melindungi lessee dari inflasi dan meningkatnya biaya uang.
2.      Proteksi terhadap keusangan
Peralatan yang dilease dapat mengurangi risiko keusangan bagi lessee, dan dalam banyak kasus memindahkan risiko nilai residu kepada lessor.
3.      Proteksi Inflasi
Leasing dapat memberikan perlindungan terhadap inflasi dimana dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan khususnya apabila leasing berdasarkan suku bunga tetap maka Lessee membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan dimasa lalu.
4.      Fleksibilitas
Perjanjian lease memiliki lebih sedikit batasan-batasan bila dibandingkan dengan perjanjian hutang lainnya. Leasing lebih luwes karena dapat dengan lebih mudah menyesuaikan dengan keadaan keuangan lessee. Lessor yang inovatif mampu membuat perjanjian lease disesuaikan dengan kebutuhan khusus lesssee.
5.      Pembiayaan yang lebih murah
Penggunaan suatu barang atau peralatan melalui metode leasing jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit bank berdasarkan perhitungan nilai sekarang (present value). Melalui leasing, perusahaan leasing atau lembaga keuangan dapat memperoleh manfaat ini dan kemudian memberikannya kepada Lessee atau pemakai aktiva yang dilease berupa pembayaran sewa yang lebih rendah.
6.      Keuntungan pajak
Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat “membuat kue dan ikut memakannya” dengan keuntungan pajak yang datang dari lease. Yaitu, dengan alasan tujuan pelaporan finasial, perusahaan tidak melaporkan aktiva atau kewajiban yang termasuk dalam perjanjian leasing. Namun, dengan alasan tujuan perpajakan, perusahaan dapat mengkapitalisasi dan mendepresiasi aktiva lease.
7.      Pembiayaan diluar neraca ( Off-Balance Sheet Financing )
Beberapa lease tidak mengakibatkan bertambahnya hutang pada neraca atau mempengaruhi rasio keuangan, tetapi dapat menambah kemampuan perusahaan untuk melakukan pinjaman.

2.4   Kekurangan Leasing
1. Pembiayaan secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank. Hal ini terjadi karena sumber dana Lessor pada umumnya dari bank atau lembaga keuangan bukan bank.
2.  Barang modal yang dilease tidak dapat dicantumkan sebagai unsur aktiva lesee untuk tujuan "Collateral Credit" dari Bank, yaitu "Trade Creditor" mungkin akan menilai perusahaan tersebut memiliki posisi keuangan yang lemah.
3.  Bagi para perusahaan tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise antara memiliki barang modal sendiri atau lease.
4.  Resiko yang lebih besar pada lessor, artinya adanya tanggung jawab yang menuntut pihak ketiga jika terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh "lease property" tersebut, dan juga lessor belum tentu yakin bahwa barang lease tersebut bebas dari berbagai ikatan seperti "liens" (gadai) "preferences", "priorities", “charges" atau kepentingan-kepentingan lainnya.

2.5 Mekanisme Leasing
1.  Lessee menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2.   Lessee melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. Dalam hal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok pembiayaan leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.   Lessor mengirimkan letter of offer atau comittment letter kepada lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayaai barang modal yang dibutuhkan, lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4.  Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee, dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab dan objek leasing, perpajakan jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya
5.  Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui
6.  Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta menandatangani surat tanda terim dan perintah bayar selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7. Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8.   Pembayaran oleh lessor kepada pemasok.
9.  Pembayaran sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.

2.6    Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Lainnya
2.6.1        Perbedaan dengan jual beli
1.  Penyerahan hak milik pada jual beli pasti terjadi setelah pembeli membayar harga barang yang dibeli, sedangkan pada leasing penyerahan hak milik terjadi apabila lesse menggunakan hak opsinya.
2.  Jual beli adalah suatu jenis perjanjian nominative yang bukan merupakan jenis lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah jenis perjanjian innominatife yang merupakan lembaga pembiayaan.

2.6.2      Perbedaan dengan sewa menyewa
1.  Pada leasing, masalah jangka waktu perjanjiannya merupakan focus utama karena dengan berakhirnya jangka waktu lesse diberikan hak opsi. Sementara itu, pada sewa menyewa, masalah waktu bukan focus utama .
2.  Sewa merupakan jenis perjanjian nominative, yaitu suatu jenis perjanjian yang sudah diatur dalam KUH Perdata. Sementara leasing adalah suatu jenis perjanjian innominatif, yang disebut sebagai salah satu lembaga pembiayaan badan usaha.
3.  Para pihak dalam leasing adalah badan usaha sedangkan dalam sewa menyewa para pihaknya perorangan.
4. Pada leasing biasanya dibutuhkan jaminan–jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa tidak diperlukan jaminan.
5.  Pada leasing disertai dengan hak opsi, sedangkan pada sewa menyewa hak opsi tidak diperlukan.

2.6.3   Perbedaan dengan sewa beli
1.  Dalam sewa beli peralihan hak milik pasti terjadi setelah berakhir masa sewa, sedangkan pada leasing peralihan hak milik terjadi jika lease mempergunakan hak opsinya.
2. Sewa beli merupakan jenis perjanjian innominatif yang tidak termasuk lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah lembaga pembiayaan.
3.  Dalam leasing ada tiga pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor, dam supplier, sedangkan pada sewa beli hanya dua pihak.
2.7   Jenis-Jenis Leasing
2.7.1        Finance Lease
Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Teknik finance lease biasanya juga disebut sebagai fill pay out yaitu suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:   
  •      Lessor sebagai pihak pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
  •        Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah yang dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan (spread) yang diinginkan lessor.
  •      Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang disewa tersebut ditanggung oleh lessee.
  •       Lesse pada akhir kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa yang disepakati atau mengembalikan pada lessor atau memperpanjang masa seawa guna usaha sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
  •        Pembayaran berkala pada masa perpanjangan sewa tersebut biasanya jauh lebih rendah dari angsuran sebelumnya.
Dalam praktiknya, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksi antara lain sebagai berikut:
1.      Direct finance lease
     Dalam transaksi ini, pihak Lessor membeli barang modal atas permintaan dari Lessee dan langsung dilease kepada lessee. Lessee juga dapat terlibat dalam proses pembelian barang modal dari pemasok.
2.      Sale and lease back
     Pihak Lessee menjual barang modalnya kepada Lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka waktu yang disepakati bersama. Metode transaksi ini membantu Lessee yang mengalami kesulitan modal kerja.
3.      Leveraged lease
     Dalam proses sewa guna usaha ini, pihak yang terlibat adalah Lessor, lessee, dan kreditor jangka panjang dalam membiayai objek leasing. Pihak kreditor jangka panjang inilah yang biasanya justru memberikan porsi yang besar dalam pembiyaan. Kreditor jangka panjang, biasanya lembaga keuangan misalnya bank yang akan menyediakan pembiayaan sebesar 60%-80% yang disebut leverage debt without recourse kepada pihak lessor. Apabila pihak lessee mengalami default dan tidak mampu mengangsur, lessor tidak ikut bertanggung jawab terhadap bank.

2.7.2        Operating Lease
Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset
Operating lease dapat juga disebut dengan leasing biasa yaitu suatu perjanjian kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:
  •      Lessor sebagai pemilik objek leasing menyerahkannya kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relative lebih pendek dari umur ekonomis barang modal tersebut
  •      Lessee atas penggunaan modal tersebut, membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya. Hal ini disebut nonfull pay out lease.
  •      Lessor menanggung segal risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut
  •         Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek leasing pada lessor
  •         Lessee dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu (cancelable).
2.8    Akuntansi Leasing bagi Pihak Menyewakan dan Menyewa
2.8.1        Perlakuan Akuntansi oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee)
Kejadian-kejadian yang terjadi di perusahaan, setelah diidentifikasi barulah dilakukan pencatatan. Berikut ini akan dijelaskan cara memperlakukan transaksi yang terjadi menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK no. 30). Perlakuan akuntansi berbeda-beda untuk tiap transaksi pada setiap jenis lease.
·         Pada Capital Lease
a)   Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh lessee pada akhir masa lease. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b)  Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal sewa guna usaha.
c)  Aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d)  Kalau aktiva yang disewa guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e)  Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f)  Dalam hal melakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and lease back) maka transkasi tersebut haru dilakukan sebagai dua transaksi terpisah, yaitu transaksi penjualan dan trandsaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara perporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

·         Pada Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang modal yang dilease harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau aktiva yang dilease dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.

2.8.2        Perlakuan Akuntansi Oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
Berbeda dengan pihak lessee, Lessor memperlakukan transaksi sebagai berikut:
·         Pada Finance lease
a)  Penanaman netto dalam aktiva yang disewaguna ushakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman netto sewa guna usaha. Jumlah penanaman netto terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangai dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security income).
b)  Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan perolehan aktiva yang disewaguna usahakan diperlukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
c)  Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan tingkat pengembalian berkala (Periodie rate of return) atas penanaman netto perusahaan sewa guna usaha.
d)  Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman netto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
e)   Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.

·       Pada Operating Lease
a)  Barang modal yang dilease harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
b)  Pembayaran sewa guna usaha (lease payment) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembyaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode
c)  Penyusutan aktiva yang dilease harus dilakukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d)  Jika aktiva yang dilease dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai kerugian atau keuntungan tahun berjalan.

Sumber:
Ankarath, Nandakumar. 2012. Memahami IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional. PT Indeks. Jakarta
BPPK Kemenkeu. (2011). Perlakuan Akuntansi Leasing Menurut PSAK 30 dan Menurut Peraturan Perpajakan. [Online]. Tersedia: http://www.bppk. kemenkeu.go.id/berita-medan/12042-perlakuan-akuntansi-leasing-menurut-psak-30-dan-menurut-peraturan-perpajakan. [19 November 2016].
Enawati. Heni. 2011. Leasing. [Online]. Tersedia:  http://henienawati.blogspot. co.id/2011/01/leasing.html. [25 November 2016].
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, D.E., Jerry J. Weigandt, dan Terry D. Warfield. 2008. Akuntansi Intermediate, Edisi 12. Jakarta: Erlangga.
Triandanu, S., dkk. (2000). Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.

No comments: