Pic from: https://image.cermati.com/ |
2.1
Definisi
Leasing atau sewa
guna usaha secara umum adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Kieso (2007: 159), lease adalah perjanjian kontraktual
antara lessor dan lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan property tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu
dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya
dilakukan secara periodik.
Pengertian sewa guna usaha sesuai
dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha
dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh Lessee selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Menurut Perpres no 9 thn 2009, leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha baik dengan hak opsi
maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Menurut PSAK No.30 tentang akuntansi sewa guna usaha (leasing), mengartikan leasing sebagai setiap kegiatan
pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang
telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut Financial Accounting Standard Boards
(FASB) no 13, lease adalah suatu
perjaanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta,pabrik atau
alat-alat(tanah atau aktiva yang didepresiasi atau kedua-duanya) biasanya
mempunyai jangka waktu tertentu,
2.2
Pihak-pihak
yang Terlibat dalam Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat
dalam proses pemberian fasilitas leasing
adalah sebagai berikut :
1.
Lessor
Yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para
nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
2. Lessee
Yaitu nasabah yang mengajukan
permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal
yang diinginkan.
3.
Supplier
Yaitu pedagang yang menyediakan
barang yang akan dileasing sesuai
perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
4. Bank atau Kreditor
Dalam
suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat
secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal
penyediaan dana kepada lessor. Dalam
hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.
5. Asuransi
Untuk
menghindari risiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, maka ditetapkan dalam perjanjian kontraknya bahwa adanya
asuransi yang ditanggung oleh pihak lessee.
Pihak lessee harus menanggung premi
asuransi dengan alasan lessee adalah
pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari
selisih anatara biaya dana (cost of fund)
dengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.
2.3
Keunggulan
Leasing
1. Pembiayaan
100% dengan suku bunga tetap
Lease
sering ditandatangani tanpa membutuhkan uang muka dari lessee, yang membantu menghemat dana kas yang terbatas khususnya
sangat diinginkan oleh perusahaan baru dan sedang berkembang. Selain itu,
pembayaran lease juga sering bersifat
tetap, sehingga melindungi lessee dari
inflasi dan meningkatnya biaya uang.
2. Proteksi
terhadap keusangan
Peralatan
yang dilease dapat mengurangi risiko
keusangan bagi lessee, dan dalam
banyak kasus memindahkan risiko nilai residu kepada lessor.
3. Proteksi
Inflasi
Leasing dapat
memberikan perlindungan terhadap inflasi dimana dalam tahun-tahun berikutnya
setelah kontrak leasing dilakukan
khususnya apabila leasing berdasarkan suku bunga tetap maka Lessee membayar dengan jumlah tetap atas
sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan dimasa
lalu.
4. Fleksibilitas
Perjanjian lease memiliki lebih sedikit batasan-batasan bila dibandingkan
dengan perjanjian hutang lainnya. Leasing lebih luwes
karena dapat dengan lebih mudah menyesuaikan dengan keadaan keuangan lessee.
Lessor
yang inovatif mampu membuat perjanjian lease
disesuaikan dengan kebutuhan khusus lesssee.
5. Pembiayaan
yang lebih murah
Penggunaan suatu barang atau peralatan melalui metode leasing jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit bank
berdasarkan perhitungan nilai sekarang (present value). Melalui leasing, perusahaan leasing atau lembaga keuangan dapat memperoleh manfaat ini dan
kemudian memberikannya kepada Lessee atau
pemakai aktiva yang dilease berupa
pembayaran sewa yang lebih rendah.
6. Keuntungan
pajak
Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat
“membuat kue dan ikut memakannya” dengan keuntungan pajak yang datang dari lease. Yaitu, dengan alasan tujuan
pelaporan finasial, perusahaan tidak melaporkan aktiva atau kewajiban yang
termasuk dalam perjanjian leasing.
Namun, dengan alasan tujuan perpajakan, perusahaan dapat mengkapitalisasi dan
mendepresiasi aktiva lease.
7. Pembiayaan
diluar neraca ( Off-Balance Sheet
Financing )
Beberapa lease tidak mengakibatkan bertambahnya hutang pada neraca atau
mempengaruhi rasio keuangan, tetapi dapat menambah kemampuan perusahaan untuk
melakukan pinjaman.
2.4 Kekurangan Leasing
1. Pembiayaan
secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal bila dibandingkan
dengan kredit investasi dari bank. Hal ini terjadi karena sumber dana Lessor pada umumnya dari bank atau
lembaga keuangan bukan bank.
2. Barang
modal yang dilease tidak dapat
dicantumkan sebagai unsur aktiva lesee untuk tujuan "Collateral Credit" dari Bank, yaitu "Trade Creditor" mungkin akan menilai perusahaan tersebut
memiliki posisi keuangan yang lemah.
3. Bagi
para perusahaan tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise antara memiliki
barang modal sendiri atau lease.
4. Resiko
yang lebih besar pada lessor, artinya
adanya tanggung jawab yang menuntut pihak ketiga jika terjadi kecelakaan atau
kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh "lease property" tersebut, dan juga lessor belum tentu yakin bahwa barang lease tersebut bebas dari berbagai
ikatan seperti "liens"
(gadai) "preferences",
"priorities", “charges" atau kepentingan-kepentingan
lainnya.
2.5 Mekanisme Leasing
1. Lessee menghubungi pemasok untuk pemilihan
dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan
jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2. Lessee melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan
barang modal. Dalam hal ini, lessee dapat
meminta lease quotation yang tidak
mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok
pembiayaan leasing, antara lain:
keterangan barang, harga barang, cash
security deposit, residual value,
asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3. Lessor mengirimkan letter of offer atau comittment
letter kepada lessee yang berisi
syarat-syarat pokok persetujuan lessor
untuk membiayaai barang modal yang dibutuhkan, lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4. Penandatangan
kontrak leasing setelah semua
persyaratan dipenuhi lessee, dimana
kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka
waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung
jawab dan objek leasing, perpajakan
jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya
5. Pengiriman
order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan
spesifikasi barang yang telah disetujui
6. Pengiriman
barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai
pesanan serta menandatangani surat tanda terim dan perintah bayar selanjutnya
diserahkan kepada pemasok.
7. Penyerahan
dokumen oleh pemasok kepada lessor
termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8. Pembayaran
oleh lessor kepada pemasok.
9. Pembayaran
sewa (lease payment) secara berkala
oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai
beserta bunganya.
2.6
Perbedaan
Leasing dengan Perjanjian Lainnya
2.6.1
Perbedaan
dengan jual beli
1. Penyerahan hak milik pada jual beli
pasti terjadi setelah pembeli membayar harga barang yang dibeli, sedangkan pada
leasing penyerahan hak
milik terjadi apabila lesse menggunakan hak opsinya.
2. Jual beli adalah
suatu jenis perjanjian nominative yang bukan merupakan jenis lembaga
pembiayaan, sedangkan leasing adalah jenis perjanjian innominatife yang
merupakan lembaga pembiayaan.
2.6.2
Perbedaan
dengan sewa menyewa
1. Pada leasing, masalah jangka waktu
perjanjiannya merupakan focus utama karena dengan berakhirnya jangka waktu
lesse diberikan hak opsi. Sementara itu, pada sewa menyewa, masalah waktu bukan
focus utama .
2.
Sewa merupakan jenis perjanjian
nominative, yaitu suatu jenis perjanjian yang sudah diatur dalam KUH Perdata.
Sementara leasing
adalah suatu
jenis perjanjian innominatif, yang disebut sebagai salah satu lembaga
pembiayaan badan usaha.
3.
Para pihak dalam
leasing adalah badan usaha sedangkan dalam sewa menyewa para pihaknya
perorangan.
4. Pada leasing
biasanya dibutuhkan jaminan–jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa tidak
diperlukan jaminan.
5. Pada leasing
disertai dengan hak opsi, sedangkan pada sewa menyewa hak opsi tidak diperlukan.
2.6.3
Perbedaan
dengan sewa beli
1. Dalam sewa beli peralihan hak milik
pasti terjadi setelah berakhir masa sewa, sedangkan pada leasing peralihan hak
milik terjadi jika lease
mempergunakan hak opsinya.
2. Sewa beli merupakan jenis perjanjian
innominatif yang tidak termasuk lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah lembaga
pembiayaan.
3.
Dalam leasing ada tiga pihak yang
terlibat, yaitu lesse, lessor, dam supplier,
sedangkan pada sewa beli hanya dua pihak.
2.7 Jenis-Jenis
Leasing
2.7.1
Finance
Lease
Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah
sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang
terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan,
dapat juga tidak dialihkan.
Teknik
finance lease biasanya juga disebut
sebagai fill pay out yaitu suatu
bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:
- Lessor
sebagai pihak pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang
bergerak atau tidak bergerak yang memiliki umur maksimum sama dengan masa
kegunaan ekonomis barang tersebut.
- Lessee berkewajiban
membayar kepada lessor secara berkala
sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah yang dibayar
tersebut merupakan angsuran atau lease
payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya
lainnya yang dikeluarkan lessor dan
tingkat keuntungan (spread) yang
diinginkan lessor.
- Lessor
dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat secara sepihak
mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis
termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang
yang disewa tersebut ditanggung oleh lessee.
- Lesse
pada akhir kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai
dengan nilai sisa yang disepakati atau mengembalikan pada lessor atau memperpanjang masa seawa guna usaha sesuai dengan syarat-syarat
yang disetujui bersama.
- Pembayaran
berkala pada masa perpanjangan sewa tersebut biasanya jauh lebih rendah dari
angsuran sebelumnya.
Dalam
praktiknya, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk
transaksi antara lain sebagai berikut:
1.
Direct finance lease
Dalam
transaksi ini, pihak Lessor membeli
barang modal atas permintaan dari Lessee dan
langsung dilease kepada lessee. Lessee juga dapat terlibat dalam proses
pembelian barang modal dari pemasok.
2.
Sale and lease back
Pihak
Lessee menjual barang modalnya kepada
Lessor untuk kemudian dilakukan
kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka waktu yang
disepakati bersama. Metode transaksi ini membantu Lessee yang mengalami kesulitan modal kerja.
3.
Leveraged lease
Dalam
proses sewa guna usaha ini, pihak yang terlibat adalah Lessor, lessee, dan kreditor jangka panjang dalam membiayai objek
leasing. Pihak kreditor jangka panjang inilah yang biasanya justru memberikan
porsi yang besar dalam pembiyaan. Kreditor jangka panjang, biasanya lembaga
keuangan misalnya bank yang akan menyediakan pembiayaan sebesar 60%-80% yang
disebut leverage debt without recourse kepada
pihak lessor. Apabila pihak lessee mengalami default dan tidak mampu
mengangsur, lessor tidak ikut
bertanggung jawab terhadap bank.
2.7.2
Operating Lease
Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak
mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan suatu aset
Operating lease
dapat juga disebut dengan leasing biasa yaitu suatu perjanjian kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan
bahwa:
- Lessor
sebagai pemilik objek leasing menyerahkannya kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relative lebih pendek
dari umur ekonomis barang modal tersebut
- Lessee atas
penggunaan modal tersebut, membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi
jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya. Hal ini
disebut nonfull pay out lease.
- Lessor
menanggung segal risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut
- Lessee pada
akhir kontrak harus mengembalikan objek leasing pada lessor
- Lessee dapat
membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu (cancelable).
2.8
Akuntansi
Leasing bagi Pihak Menyewakan dan
Menyewa
2.8.1
Perlakuan
Akuntansi oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee)
Kejadian-kejadian yang terjadi di perusahaan,
setelah diidentifikasi barulah dilakukan pencatatan. Berikut ini akan
dijelaskan cara memperlakukan transaksi yang terjadi menurut Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK no. 30). Perlakuan akuntansi berbeda-beda untuk tiap transaksi
pada setiap jenis lease.
·
Pada Capital
Lease
a) Transaksi
sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban
pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa
guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh lessee pada akhir masa lease. Selama masa sewa guna usaha
setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran
pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang
diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b) Tingkat
diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna
usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau
tingkat bunga yang berlaku pada awal sewa guna usaha.
c) Aktiva
yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan
taksiran masa manfaatnya.
d) Kalau
aktiva yang disewa guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha,
maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban
dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e) Kewajiban
sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang
sesuai praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f) Dalam
hal melakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and lease back) maka transkasi tersebut haru dilakukan
sebagai dua transaksi terpisah, yaitu transaksi penjualan dan trandsaksi sewa
guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus
diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi
atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara
perporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara
proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback
merupakan operating lease.
·
Pada Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan
merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan
dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang modal yang dilease harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha
berdasarkan harga perolehan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus
dilukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau
aktiva yang dilease dijual maka
perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai
keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
2.8.2
Perlakuan
Akuntansi Oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
Berbeda
dengan pihak lessee, Lessor
memperlakukan transaksi sebagai berikut:
·
Pada Finance
lease
a) Penanaman
netto dalam aktiva yang disewaguna ushakan harus diperlakukan dan dicatat
sebagai penanaman netto sewa guna usaha. Jumlah penanaman netto terdiri dari
jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan
diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha
dikurangai dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan
jaminan (security income).
b) Selisih
antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan
perolehan aktiva yang disewaguna usahakan diperlukan sebagai pendapatan sewa
guna usaha yang belum diakui (unearned lease
income).
c) Pendapatan
sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai
pendapatan tahun berjalan berdasarkan tingkat pengembalian berkala (Periodie rate of return) atas penanaman
netto perusahaan sewa guna usaha.
d) Apabila
perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha
sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha maka perbedaan antara harga jual
dengan penanaman netto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan
harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
e) Pendapatan
lain yang diterima sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha harus diakui dan
dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
· Pada
Operating Lease
a) Barang
modal yang dilease harus diperlakukan
dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
b) Pembayaran
sewa guna usaha (lease payment)
selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat
sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan
metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembyaran sewa guna
usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode
c) Penyusutan
aktiva yang dilease harus dilakukan
dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d) Jika
aktiva yang dilease dijual maka
perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai
kerugian atau keuntungan tahun berjalan.
Ankarath, Nandakumar. 2012. Memahami IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional. PT Indeks. Jakarta
BPPK Kemenkeu. (2011). Perlakuan Akuntansi Leasing Menurut PSAK 30 dan Menurut Peraturan Perpajakan. [Online]. Tersedia: http://www.bppk. kemenkeu.go.id/berita-medan/12042-perlakuan-akuntansi-leasing-menurut-psak-30-dan-menurut-peraturan-perpajakan. [19 November 2016].
Enawati. Heni. 2011. Leasing. [Online]. Tersedia: http://henienawati.blogspot. co.id/2011/01/leasing.html. [25 November 2016].
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, D.E., Jerry J. Weigandt, dan Terry D. Warfield. 2008. Akuntansi Intermediate, Edisi 12. Jakarta: Erlangga.
Triandanu, S., dkk. (2000). Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
No comments: