Pic from: http://gulf-insider-i35ch33zpu3sxik.stackpathdns.com/wp-content/uploads/2017/12/Dirham-coins-placed-on-stack-of-hundred-dirham-notes.jpg |
Bismillah. Posting kali ini saya akan membahas mengenai Bank Islam atau yang sering juga disebut sebagai Bank Syariah. Materi-materi ini saya ambil dari berbagai sumber. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca :)
A.
DEFINISI
BANK ISLAM
Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak
istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam, yakni Bank Tanpa
Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan
Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di
Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah
resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah”.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang mengurus uang,
menerima simpanan dan member pinjaman dengan memungut bunga, dan Syariah
menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal
dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bias diakal-akali oleh manusia
sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah Bank yang berfungsi sebagaimana fungsinya,
namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam.
Pengertian Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang
dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pengertian
bank syariah menurut para ahli
1.
Schaik
(2001):
Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang
didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam,
menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan
berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya.
2.
Sudarsono
(2004):
Bank Syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan
prinsip-prinsip syariah
3.
Muhammad
(2002) dalam Donna (2006):
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan
tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.
B.
SEJARAH PERKEBANGAN BANK ISLAM
1. Sejarah
Perkebangan
di Dunia
Perbankan
syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di
kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967,
dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa dengan Mesir. Bank-bank
ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi
pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih
di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikian dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan
secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Di
belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal
Islamic of Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
memunaikan ibadah haji.
2. Sejarah
Perkembangandi
Indonesia
Ide untuk
mendirikan bank syariah di Indonesia sudah muncul sejak 1970-an. Gagasan ini
dibicarakan pada seminar nasional hubunagn Indonesia dengan timur tengah pada
1974 dan dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh lembaga study
ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan bhineka tunggal ika pada 1976
setelah diakdakan penelitihan yang mendalam,usaha untuk mendirikan bank syariah
sedikit ada kendala,yaitu tidak ada payung hukum yang mengatur tentang bank
yang operasionalnya memakai prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioperasionalkan
bank syariah itu, maka tidak sejalan dengan undang-undang nomor 14 tahun
1967 tentang pokok-pokok perbankan yang berlaku pada waktu itu. selain hambatan
ini bank syariah ini dianggap oleh semua pihak ada keterkaitan dengan faktor
ideologi yang dianggapnya sebagian dari konsep Negara Islam.
Pada 1988
gagasan mengenai bank syariah muncul lagi dan gagasan ini muncul karena
pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO) yang berisi
liberalisasi industri perbankan di Indonesia. setelah ada rekomondasi lokakarya
ulama tentang bunga bank dan perbankan di cisarua, bogor tanggal 19-22 agustus
1990, hasil lokakarya ini dibahas lebih mendalam pada musyawarah nasional IV
majelis ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung dihotel sahid jaya, Jakarta pada
22-25 agustus 1990. Berdasarkan amanat munas MUI ini dibentuklah kelompok kerja
untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil kerja kelompok ini adalah
dibentuknya PT Bank Muamalah Indonesia dengan ditandatangani akta pendiriannya
pada 1 november 1991 dengan total modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Dana
ini berasal dari presiden dan wakil presiden, juda dari 10 menteri Kabinet
pembangunan V, yayasan amal bakti muslim pancasila, yayasan dakab, yayasan
supersemar, yayasan dharmais, yayasan purna bakti pertiwi, PT PAL, dan PT
Pindad. Pada 1 mei 1992 bank muamalah mulai beroperasi.
Pada awal
berdiri, keberadaab PT Bank Muamalah Indonesia belum mendapat perhatian yang
optimal dalam tahapan industri perbankan nasional. Lahirnya undang-undang nomor
7 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasikan dan diakui
keberadaanya, maka perbankan syariah mulai menunjukkan prospeknya sangat bagus
dan menanggapi beberapa pasal yang tersebut dalam undang-unndang nomor 7 tahun
1992. pemerintah mengeluarkan peraturan pemeritah (PP) Nomor 72 tahun 1992
tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada 30 oktober 1992 dan
diundangkan pada 39 oktober 1992, ini Nomor 119 tahun 1992. Dalam peraturan
pemerintah ini ditegaskan bahwa bank umum atau bank pekriditan rakyat yang
kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi
hasil, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena
bank muamalat dan bank-bank perkriditan rakyat tidak menjangkau masyarakat
Islam lapisan bawah, maka dibentuklah lembaga-lembaga simpan pinjam yang
disebut Baitul Maal wattam wil (BMT). Kemudian bank muamalat mensponsori
lokakarya ulama tentang reksada syariah oleh PT Danaresa Investiment
Management. Kemudian juga lahir pasal modal syariah, obligasi syariah membuat
perkembangan lembaga keuangan syariah tumbuh dan berkembang cepat dengan
hasil yang sangat menggembirakan menurut riset yang dilakukan oleh Karim
Business Consulting pada 2005 lalu menunjukkan bahwa total aset bank
syariah di indonesia diperkirakan akan lebih besar dari pada yang diperkirakan
oleh bank Indonesia. Total aset bank syariah diperkirakan akan mencapai antara
1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional. pertumbuhan yang cukup
signifikan ini disebabkan karena semakin baiknya kepastian disisi regulasi
serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah.
Lahirnya
Undang-Undang nomor 7 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 1992
tentang perbankan yang diikuti dengan dikeluarnya sejumlah ketentuan
pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan direksi bank Indonesia dan peraturan
ban Indonesia, telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan
perbankan syariah di Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan bank Indonesia ini
telah memberikan kesempatan untuk mengembangkan bank syariah dengan cara
mempermudah memberi izin usaha dan mempermudah pembukaan kantor cabang serta
diperkenankan bank umum dapat dijalankan dua kegiatan usaha, baik secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
Untuk menjawab
kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah,
maka pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam UU No.7 tahun 1992
tentang perbankan,yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha
perbankan syariah meskipun masih menggunakan istilah bank bagi hasil. Dasar
operasional bank bagi hasil kemudian secara rinci dijabarkan dengan peraturan
pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasrkan prinsip bagi hasil.
Selanjutnya ketentuan perundang-undangan tersebut telah dijadikan dasar hukum
beroperasinyya bank syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem
perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia.
Pada tahun 1998
dikeluarkan UU No. 10 tahun 1998 sebagai amademen dari UU No. 7 tahun 1992
tentang perbankan yang mmemberikan landasan hokum yang lebih kuat bagi
keberadaan system perbankan syariah. Berdasrkan UU No. 23 tahun 1999 yang
selanjutnya diamademenkan dengan UU No. 3 2004 tentang bank Indonesia yang
memberikan kewenangan kepada bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan
tugasnya berdasaran prinsip syariah. Sementara itu, bank Indonesia,sebagai bank
sentral Republik Indonesia sekaligus selaku regulator dari industri perbankan
di Indonesia, secara internal telah membentuk satuan kerja khusus (Biro
perbankan Syariah yang selanjutnya berkembang menjadi direktorat perbankan
syariah) yang memfokuskan tugasnya bagi upaya pengembangan industri
perbankan syariah.
C. PRINSIP BANK ISLAM/SYARIAH
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan
syariah antara lain:
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda
dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian
sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari
uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena
tidak memiliki nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak
diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan
mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang
tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak
boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa
kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.
D. FUNGSI BANK ISLAM/SYARIAH
Bank-bank Islam
dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak membolehkan pemisahan antara hal
yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan
kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak
hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi tran-saksi bisnis pun harus sesuai dengan
ajaran syariah. Sebagai contoh dalam hal ini adalah aspek yang paling terkemuka
dari ajaran Islam mengenai muamalah, yaitu pelarangan riba dan persepsi uang
sebagai alat tukar dan alat melepaskan kewajiban. Uang bukanlah komoditas.
Dengan demikian, uang tidak me-miliki nilai waktu, kecuali nilai barang yang
ditukar melalui penggunaan uang sesuai dengan syariah.
Sebagai
konsekuensi dari prinsip ini maka bank Islam dioperasikan atas dasar konsep
bagi untung dan bagi risiko yang sesuai dengan salah satu kaidah Islam, yaitu
"keuntungan adalah bagi pihak yang menanggung risiko." Bank Islam
menolak bunga sebagai biaya untuk penggunaan uang dan pinjaman sebagai alat
investasi.
Dalam
melaksanakan investasinya, bank Islam memberi keyakinan bahwa dana mereka
sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia untuk investasi, mendatangkan
pendapatan yang sesuai dengan syariah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam
paradigma akuntansi Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Manajemen Investasi
Bank-bank Islam dapat melaksanakan
fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan.
Menurut
kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib,
yaitu pihak yang melaksanakan investasi dana dari pihak lain) menerima
persentase keuntungan hanya dalam kasus untung. Dalam hal terjadi kerugian,
sepenuhnya menjadi risiko penyedia dana (shahibul maal), sementara bank
tidak ikut menanggungnya.
2. Investasi
Bank-bank
Islam menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia usaha (baik dana modal
maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat-alat investasi yang
konsisten dengan syariah. Di antara contohnya adalah kontrak al murabahah,
al mudharabah, al musyarakah, bai as salam, bai al ishtisna, al ijarah, dan
lain-lain.
Rekening
investasi dapat dibagi menjadi tidak terbatas (unrestricted mudharabah)
atau terbatas (restricted mudharabah).
a. Rekening
investasi tidak terbatas (general investment)
Pemegang
rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan
dananya dengan cara yang dianggap paling baik dan feasible, tanpa menerapkan
pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi.
Dalam
skema ini bank Islam dapat mencampurkan dana pemegang rekening investasi dengan
dananya sendiri (modal) atau dengan dana lain yang berhak dipakai oleh bank
Islam (misalnya rekening koran). Pemegang rekening investasi dan bank Islam
umumnya berpartisipasi dalam keuntungan dari dana yang diinvestasikan.
b. Rekening
investasi terbatas (restricted investment)
Pemegang
rekening jenis ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal jenis, bidang, dan
waktu bank meng-investasikan dananya. Lebih jauh lagi, bank Islam dapat
dibatasi dari mencampurkan dananya sendiri dengan dana rekening investasi
terbatas untuk tujuan investasi. Bahkan bisa saja ada pembatasan lain yang
diterapkan pemegang rekening investasi.
Sebagai
contoh, pemegang rekening investasi dapat meminta bank Islam untuk tidak
menginvestasikan dananya dalam bidang pertanian dan peternakan. Bisa juga pemegang
rekening investasi meminta bank Islam itu sendiri yang melaksanakan investasi,
bukan melalui pihak ketiga.
3. Jasa-Jasa Keuangan
Bank
Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya berdasarkan upah (fee
based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Contohnya garansi,
transfer kawat, L/C, dan sebagainya.
4. Jasa
Sosial
Konsep
perbankan Islam mengharuskan bank Islam melaksanakan jasa sosial, bisa melalui
dana qardh (pinjaman kebajikan), zakat, atau dana sosial yang sesuai
dengan ajaran Islam. Lebih jauh lagi, konsep perbankan Islam juga mengharuskan
bank Islam memainkan peran dalam pengembangan sumber daya insani dan menyumbang
dana bagi pemeliharaan serta pengembangan lingkungan hidup.
E.
PRODUK-PRODUK
BANK ISLAM/SYARIAH
Produk
perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Produk Penyaluran Dana
Dibedakan
dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
1) Prinsip Jual Beli
Prinsip
jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda.
Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan
penyerahan barang sebagai berikut:
·
Bai'
Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank
akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan
yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut.
Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok
ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin
bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta
dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad al-bai’ ini
antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka.” (QS. An-Nisaa’: 29)
Dari
Shaleh bin Suhaib, dari bapaknya, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga perkara
yang di dalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh,
muqaradah (nama lain mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).
·
Bai' As-Salam, Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas
dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara
kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang
pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai)
tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam
kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh
lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang
direkomendasikan penjual.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad as-salam ini
antara lain:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu
menuliskannya.” (QS.
Al-Baqarah: 282).
“Ibnu
Abbas berkata, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka
waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” (HR.
Ath-Thabarani). Selain itu Ibnu Abbas juga meriwayatkan, “Rasulullah SAW
datang ke Madinah yang penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan
(untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata,”Barang siapa
yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas
dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR.
Ath-Thabarani).
·
Bai'
Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga
barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di
kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara
terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama
sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang
bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan
jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
2) Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi
ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek
transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa,
bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan
harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
Prinsip sewa dibagi dua, yaitu:
·
Al-Ijarah, adalah akad pemindahan hak guna atas
barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan
oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah
SAW bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada
tukang bekam itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadits lainnya menyatakan,
dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah). Dari Abu Said, Rasulullah SAW
bersabda, “Bila kamu menyewa seorang pekerja harus memberi tahu upahnya.” (HR.
An-Nasa’i).
·
Al-Ijarah
Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah, adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran
upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang
sewa.
3) Prinsip
Bagi Hasil
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil
dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
-
Pendekatan profit sharing (bagi
laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini
adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan pada laba dari pengelola dana,
yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan
tersebut.
-
Pendekatan revenue sharing (bagi
pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini
adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari
pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha
untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat
dijabarkan sebagai berikut.
-
Pemilik
dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai
pengelola dana.
-
Pengelola
mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan
dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam
proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek
syariah.
-
Kedua
belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama,
jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Prinsip/akad bagi hasil dibagi empat, yaitu:
·
Al-Musyarakah (Joint
Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture.
Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara
kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing
pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur
tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi 5 (lima)
jenis, yaitu:
o
Syirkah Mufawadhah, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak
atau lebih dengan porsi dana yang sama.
o
Syirkah al-‘Inan, yaitu kerjasama atau percampuran dana antara dua pihak
atau lebih dengan porsi dana yang tidak harus sama.
o
Syirkah Wujuh, yaitu kerjasama atau percampuran antara pihak pemilik dana
dengan pihak lain yang memiliki reputasi atau nama baik (kepercayaan).
o
Syirkah Abdan, yaitu kerjasama atau percampuran tenaga atau
profesionalisme antara dua pihak atau lebih, dengan kata lain terjadi kerjasama
profesi.
o Syirkah Mudharabah, yaitu kerjasama atau percampuran dana
antara pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki profesionalisme atau
tenaga
Ketentuan umum:
Semua modal
disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya
untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti:
-
Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
-
Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa
ijin pemilik modal lainnya.
-
Memberi pinjaman kepada pihak lain.
-
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau
digantikan oleh pihak lain.
-
Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama
apabila:Menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia,dan menjadi tidak cakap hukum.
-
Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka
waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
-
Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam
akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana terse¬but bersama bagi
hasil yang telah disepakati untuk bank.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad musyarakah ini
antara lain:
“...dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang bersyarikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian lain
kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh……..” (QS. Shad: 24).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati temannya. Apabila
salah satu telah berkhianat terhadap temannya, maka Aku keluar dari persyarikatan
tersebut” (HR. Abu Daud dan Hakim)
·
Al-Mudharabah, adalahbentuk
kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu
yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
Rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang harus diperhatikanyaitu:
- Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada
minimal dua pelaku. Pihak pertamabertindak sebagai pemilik modal (shahibul
maal), pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib). Pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi
dan sah secara hukum.
- Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek merupakan
konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha
menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan
berbentuk uang. Sedangkan kerja yang
diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management
skill dan lain-lain.
- Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
"Persetujuan
kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhim minkum
(sama-sama rela)” (Q.S. An-Nisa ayat 29). Kedua belah pihak harus secara rela
bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju
dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan si pelaksana usaha pun setuju
dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab
dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.
- Nisbah Keuntungan
"Nisbah adalah
rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli.
Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah." Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan
shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan
inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan.
Bentuk-bentukMudharabah,
antara lain:
- Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
- Deposito
Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi
melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat
imbalan bagi hasil.
- Investai Mudharabah Antar
Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi
jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah
berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada
kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad mudharabah ini
antara lain:
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…” (QS. An-Nisa’: 29)
“Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual-beli tidak
secara tunai, muqaradhah (mudharabah),
dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
·
Al-Muzara'ah, adalah bank
memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang
pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
·
Al-Musaqah, adalah bentuk
lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab
atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas
nisbah tertentu dari hasil panen.
b. Produk
Penghimpunan Dana
Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat, yaitu:
1)
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa
penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu.
Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Wadi’ah terdiri
dari 2 (dua) jenis, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah.
·
Wadi’ah
Yad Amanah adalah
akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adalah penerima
kepercayaan (trustee), artinya dia tidak diharuskan mengganti segala
risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila
hal itu terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan.
·
Wadi’ah
Yad Dhamanah adalah
akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adalah trustee yang
sekaligus penjamin (guarantor) keamanan aset yang dititipkan, penerima
simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang
terjadi pada aset titipan tersebut. Pada prinsip transaksi ini, pihak yang
menitipkan barang/uang tidak perlu mengeluarkan biaya, bahkan atas kebijakan
pihak yang menerima titipan, pihak yang menitipkan dapat memperoleh manfaat
berupa bonus atau hadiah.
Landasan
syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wadi’ah ini antara lain:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya….” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW
bersabda, “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya, dan
janganlah membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.” (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim).
2)
Deposito
Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu
yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan
bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
c. Produk
yang Berkaitan Dengan Jasa (Fee Based
Service)
1)
Wakalah (perwakilan),
terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya
melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of
Credit), inkaso dan transfer uang. Jenis wakalah antara lain:
·
Wakalah
al Mthlaqah,yaitu mewakilkan secara mutlak tanpa
batasan waktu dan untuk segala urusan
· Wakalah
al Muqayyadah, penunjukan wakil untuk bertindak
atas namanya dalam urusan-urusan tertentu
·
Wakalah
al Ammah, perwakilan yang lebih luas lagi
daripada almuqayyadah tetapi lebih sederhana dari pada al mutalaqah
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:
10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah, harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
-
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan kehendaknya dalam mengadakan kontrak (akad).
-
Wakalah dengan imbalan
bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad wakalah
ini antara lain:
“….Maka suruhlah salah seorang kamu
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah
makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan
hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seseorang pun.” (QS.
Al-Kahfi: 19).
“Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’
dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul) perkawinan Nabi dengan Maimunah
r.a.”(HR. Malik dalam
al-Muwaththa’).
2)
Kafalah (Bank Garansi), yaitu memasukkan tanggung jawab seseorang ke
dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu tuntutan umum atau menjadikan
seseorang (penjamin) ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam
pelunasan/pembayaran hutang, sehingga keduanya dianggap berhutang. Bank dapat mensyaratkan nasabah
untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta
Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank
diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.Jeniswakalahantara lain:
·
Kafalah
bin nafs adalah jaminan dari diri si penjamin (Personal Guarante).
·
Kafalah
bil maal adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang dalam
aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance paymen
bond) atau jaminan pembayaran (payment bond).
·
Kafalah
muallaqah adalah jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu untuk
dan untuk tujuan tertentu, dalam perbankan diterapkan jaminan pelaksanaan suatu
proyek (performance bond) atau jaminan penawaran (bid bond).
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah, harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
- Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
- Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima
imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
-
Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat
dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Landasan
syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad kafalah ini antara lain:
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami
kehilangan piala Raja; dan barang siapayang dapat mengembalikannya, akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf; 72).
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW
jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan.Rasulullah SAW bertanya, ‘apakah ia
mempunyai hutang?’ sahabat menjawab, ‘Tidak’.Maka beliau
mensalatkannya.Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah berkata,
‘salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya).Lalu Abu
Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah’.Maka Rasulullah pun
mensalatkan jenazah tersebut.”(HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
3)
Hawalah (alih piutang)
adalah pengalihan hutang
dari orang yang berhutang kepada orang lain yang bersedia menanggungnya dengan
nilai yang sama dengan nilai nominal hutangnya (contoh: lembaga pengambilalihan
hutang). Fasilitas ini
lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
Landasan syar’i Al-Hadits untuk akad hawalah ini
antara lain:
“Menunda-nunda pembayaran hutang yang
dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang
diantara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak
yang mampu, terimalah” (HR.
Bukhari).
4)
Rahn (gadai), untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan
pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah
sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil
pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad rahn
ini antara lain:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283).
Dari
Aisyah Ra, ia berkata, “Bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang
Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari dan Muslim).
5)
Qard (pinjaman uang), yaitu memberikan pinjaman baik berupa
uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga(riba), yang secara tidak langsung berniat untuk
tolong menolong bukan komersial. Aplikasi qard dalam perbankan, antara lain:
Sebagai pinjaman talangan haji, dan Sebagai pinjaman tunai (cash advance)
dari produk kartu kredit syariah.
Landasan syar’i Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk akad qardh
ini antara lain:
“Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…” (QS. Al-Baqarah: 280).
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”(QS. Al-Hadiid: 11).
“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan
di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim).
6)
Al-Sharf adalah transaksi jual-beli mata
uang asing yang berbeda, seperti Rupiah dengan US Dollar, Rupiah dengan Euro. Sharf
digunakan dalam bentuk baik uang kartal maupun uang giral.
Berdasarkan
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata
Uang bahwa transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya dibolehkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
-
Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
-
Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga
(simpanan).
-
Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis
maka nilainya harus sama dan secara tunai.
-
Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan
nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
F.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
BANK ISLAM
1. Keunggulan Bank Islam
Ada 5 keunggulan
Bank Syariah yang belum diketahui oleh banyak orang, yaitu:
a) Fasilitas Selengkap Bank Konvensional
Banyak orang yang berpikiran
bahwa karena perbankan syariah masih baru, jenis transaksi yang dapat dilakukan
hanya sedikit. Anggapan tersebut dulu mungkin bisa dimengerti, tapi sekarang
sama sekali tidak benar. Bank Syariah saat ini sangat modern. Semua jenis
transaksi mulai dari tabungan, deposito, kredit usaha, kredit rumah, kliring,
dan sebagainya dapat dilakukan dengan nyaman. Mayoritas Bank Syariah terhubung
dengan jaringan online ATM Bersama sehingga Anda dapat tarik tunai dan transfer
realtime dari/ke bank lain dengan mudah. Beberapa Bank ada yang menggratiskan
biaya untuk ini. Beberapa Bank Syariah yang memberikan layanan Internet Banking,
SMS Banking, bahkan kartu kredit syariah sehingga lebih praktis.
b) Manajemen Finansial yang Lebih
Aman
Tragedi finansial kredit
subprime tahun 2007 nyaris tidak menggoyahkan investasi yang berbasis syariah.
Di saat banyak bank investasi dan bank-bank besar bangkrut maupun membutuhkan
kucuran dana, banyak Bank Syariah baru yang justru bermunculan atau buka
cabang. Krisis ekonomi justru telah memuktikan bahwa manajemen finansial
berbasis syariah jauh lebih aman dibandingkan ekonomi liberal yang dianut bank
konvensional.
c) Anda Berkontribusi Langsung
Memperkuat Bank Syariah Anda
Bank Syariah memberikan
nisbah (”bunga” simpanan) berdasarkan perkembangan finansial perusahaan. Secara
tidak langsung Anda menjadi “pemegang saham” di Bank Syariah Anda. Setiap
simpanan Anda akan memperkuat investasi bank. Setiap pinjaman Anda akan
memperkuat keuntungan bank. Semakin usaha Anda berkembang, bank juga semakin
berkembang karena kredit yang diberikan menggunakan skema bagi-hasil. Semakin
maju bank, semakin banyak pula keuntungan bank yang dapat dibagikan sebagai
nisbah kepada para nasabah.
d) Membantu
Orang yang Butuh Dizakati
Bank Syariah mengeluarkan
2,5% dari keuntungan tahunannya untuk dizakatkan. (Anda sendiri tentunya masih
harus berzakat bila Anda muslim.) Namun bank konvensional tidak mempunyai
kewajiban berzakat. Dengan menggunakan layanan Bank Syariah, secara tidak
langsung Anda turut berzakat dan membantu mereka yang membutuhkan.
e) Satu
Langkah Awal Menuju Halal
Kredit yang diberikan oleh
bank syariah mempunyai persyaratan yang bertujuan agar aktivitas yang
berhubungan dengan bank syariah bersifat halal. Bisnis yang dibiayai bank
syariah, sesuai ketentuan yang berlaku, juga membatasi kemungkinan terlibatnya
kegiatan yang diharamkan oleh syariat Islam.
Hal ini sama sekali tidak
membatasi nasabah bank syariah harus muslim, justru agama apa pun boleh, asal
halal pemakaiannya. Meskipun nasabah tersebut muslim, tapi jika pemakaian dana
atau usaha yang dijalankannya tidak halal, maka dia tidak diperkenankan untuk
mengambil kredit di Bank Syariah.
2. Kelemahan Bank Islam
a) Dengan
sistem islami atau syariah, maka bank Islam terlalu berprasangka baik kepada
semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam
adalah jujur. Dengan demikian bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang
beritikad tidak baik, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi
nasabah yang menerima pembiayan dari bank Islam. Hal ini akan menjadi hambatan
berlangsungnya bank Islam jika bank Islam itu sering kecolongan akan nasabah
yang membandel dan nakal. Atau kalau tidak, maka bank Islam itu justru karena
terlalu hati-hatinya memilih nasabah, maka berakibat sedikitnya keuntungan yang
diperolehnya sehingga berimbas pada terhambatnya laju pertumbuhan bank Islam
itu sendiri.
b) Dengan penerapan sistem bagi hasil, maka akan lebih
diperlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian
laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap.
Sehingga bisa terjadi potensi salah hitung. Kesalahan hitung dalam proses rumit
ini, apabila sering terjadi, maka akan membuat para nasabah lari dari bank
Islam tersebut.
c) Karena bank
Islam menerapkan bagi hasil, maka bank Islam lebih memerlukan tenaga dan
pikiran yang ekstra dibanding dengan bank konvensional. Hal ini dimaksudkan
agar bank Islam tidak salah dalam menilai kelayakan suatu pembiayaan tertentu.
Dalam kasus ini sekali lagi, apabila bank Islam tidak pandai-pandai menilai
prospek dan kelayakan pembiayaannya maka bisa berakibat kerugian terhadap
pembiayaan itu dan secara otomatis berakibat kerugian pada bank Islam itu
sendiri.
d)
Problematika biaya dan profitabilitas. Bank Islam bekerja dengan aturan yang
sangat ketat dan memilih investasi yang halal dan sesuai syariah saja.
Implikasinya adalah bank Islam harus melakukan supervisi dan terkadang
mengelola secara langsung operasional suatu proyek yang didanainya. Ini
dilakukan untuk mereduksi pengeluaran manajerial. Akibatnya, bank Islam harus
memikul biaya tambahan yang tidak pernah terdapat pada pembukuan bank-bank
berasas bunga. Bank Islam pun harus mampu meminimalisir potensi kerugian dari
investasi mudarabahnya dan mengamankan tingkat keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bank-bank riba. Hal ini menyebabkan bank Islam terdorong
untuk mencari proyek yang segera memberikan keuntungan. Long gestation project
(proyek dengan masa menunggu yang lama) dan proyek infrastruktur adalah
proyek-proyek yang kurang menarik minat perbankan Islam, dimana bank Islam
harus membayar keuntungan yang besar setiap tahun terhadap simpanan.
e)
Minimnya sumberdaya manusia yang
memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri
perbankan syariah. Sehingga dalam prakteknya, seringkali terjadi
penyimpangan-penyimpangan aktivitas transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
f)
Belum adanya suatu Bank Sentral Syariah
sebagai penyokong selaiknya Bank Indonesia yang menjadi bank-nya
lembaga-lembaga perbankan yang mampu memerankan diri seperti peran Bank
Indonesia tetapi dengan prinsip Islam.
h) Belum
adanya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perbankan syariah.
G. PERBEDAAN ANTARA BANK ISLAM DENGAN BANK KONVENSIONAL
Perbedaan mendasar antara bank Islam dengan bank konvensional
secara umum terletak pada dua konsep yaitu konsep imbalan dan konsep sistemnya.
Perbedaan konsep sistem antara bank konvensional dan bank Islam dapat dilihat
dalam tabel perbandingan di bawah berikut.
BANK ISLAM
|
BANK KONVENSIONAL
|
·
Berdasarkan margin keuntungan
|
·
Memakai perangkat bunga dan atau bagi hasil
|
·
Profit dan falahoriented
|
·
Profit oriented
|
·
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan
|
·
Hubungan
dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur – kreditur
|
·
Users of real funds
|
·
Creator of money suplly
|
·
Melakukan investasi – investasi yang halal
saja
|
·
Investasi yang halal dan haram
|
·
Pengerahan dan penyaluran dana harus sesuai
dengan syariah Islam yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
|
·
Tidak terdapat Dewan Pengawas Syariah atau
sejenisnya
|
Sumber:
Fajar,
Egi. 2013. Makalah Bank Syariah. [Online]. Tersedia: http://makalahegi.blogspot.com/2013/01/makalah-bank-syariah.html.
[28 September 2014].
Fandra,
Denir Rio. 2013. Keutamaan Sistem Bagi Hasil pada Bank Syariah. [Online]. Tersedia:
http://islamaswayoflife. blogspot.com/2013/03/keutamaan-sistem-bagi-hasil-pada-bank.html.
[28 September 2014].
Induk
Koperasi Syariah BMT. 2012. Konsep Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah. [Online]. Tersedia:
http://
www.inkopsyahbmt.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=128:konsep-bagi-hasil-dalam-ekonomi-syariah&catid=88&Itemid=659.
[28 September 2014].
Kusnanto,
Amir. 2012. Jasa-Jasa Bank Islam Lainnya. [Online]. Tersedia: http://blog.stie-mce.ac.id/amirkusnanto/2012/
02/22/jasa-jasa-bank-syariah/. [28 September 2014].
Syamsirwan,
Miranti. 2009. Jasa-Jasa Perbankan Islam. http://mirasyam.wordpress.com/2009/05/
12/jasa-jasa-perbankan-syariah/. [28 September 2014].
Sukandi,
Sarip. 2010. Buku Saku Perbankan Syariah. http://saripedia.wordpress.com/tag/macam-macam-jasa-perbankan-syariah/.
[28 September 2014].
Waluyo, Eko.
2014. Makalah Sistem Bagi Hasil dalam Perbankan Syariah. http:// ekowaluyoekonommuda.blogspot.com/2014/03/makalah-sistem-bagi-hasil-dalam.html.
[28 September 2014].
Wikipedia. 2014.
Perbankan Syariah. http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah. [28 September 2014].
Zulfikar. 2007. Jasa
Layanan Bank Syariah. http://bank-syariah-belajar-yuk.blogspot.com/2007/07/
jasa-layanan-bank-syariah.html. [28 September 2014].
No comments: