nbmutiara

Wednesday 25 November 2015

Pembiayaan Leasing
November 25, 20150 Comments
Pic from: https://image.cermati.com/
2.1    Definisi
Leasing atau sewa guna usaha secara umum adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Kieso (2007: 159), lease adalah perjanjian kontraktual antara lessor dan lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan property tertentu, yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan, yang umumnya dilakukan secara periodik.
Pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Menurut Perpres no 9 thn 2009, leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara sewa guna usaha baik dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Menurut PSAK No.30 tentang akuntansi sewa guna usaha (leasing), mengartikan leasing sebagai setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.
Sedangkan menurut Financial Accounting Standard Boards (FASB) no 13, lease adalah suatu perjaanjian yang memberikan hak untuk menggunakan harta,pabrik atau alat-alat(tanah atau aktiva yang didepresiasi atau kedua-duanya) biasanya mempunyai jangka waktu tertentu,

2.2    Pihak-pihak yang Terlibat dalam Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut :
1.    Lessor
Yaitu perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal.
2.    Lessee
Yaitu nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.    Supplier
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessor dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor.
4.   Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.
5.   Asuransi
Untuk menghindari risiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, maka ditetapkan dalam perjanjian kontraknya bahwa adanya asuransi yang ditanggung oleh pihak lessee. Pihak lessee harus menanggung premi asuransi dengan alasan lessee adalah pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari selisih anatara biaya dana (cost of fund) dengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.

2.3    Keunggulan Leasing
1.      Pembiayaan 100% dengan suku bunga tetap
Lease sering ditandatangani tanpa membutuhkan uang muka dari lessee, yang membantu menghemat dana kas yang terbatas khususnya sangat diinginkan oleh perusahaan baru dan sedang berkembang. Selain itu, pembayaran lease juga sering bersifat tetap, sehingga melindungi lessee dari inflasi dan meningkatnya biaya uang.
2.      Proteksi terhadap keusangan
Peralatan yang dilease dapat mengurangi risiko keusangan bagi lessee, dan dalam banyak kasus memindahkan risiko nilai residu kepada lessor.
3.      Proteksi Inflasi
Leasing dapat memberikan perlindungan terhadap inflasi dimana dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan khususnya apabila leasing berdasarkan suku bunga tetap maka Lessee membayar dengan jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan dimasa lalu.
4.      Fleksibilitas
Perjanjian lease memiliki lebih sedikit batasan-batasan bila dibandingkan dengan perjanjian hutang lainnya. Leasing lebih luwes karena dapat dengan lebih mudah menyesuaikan dengan keadaan keuangan lessee. Lessor yang inovatif mampu membuat perjanjian lease disesuaikan dengan kebutuhan khusus lesssee.
5.      Pembiayaan yang lebih murah
Penggunaan suatu barang atau peralatan melalui metode leasing jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit bank berdasarkan perhitungan nilai sekarang (present value). Melalui leasing, perusahaan leasing atau lembaga keuangan dapat memperoleh manfaat ini dan kemudian memberikannya kepada Lessee atau pemakai aktiva yang dilease berupa pembayaran sewa yang lebih rendah.
6.      Keuntungan pajak
Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat “membuat kue dan ikut memakannya” dengan keuntungan pajak yang datang dari lease. Yaitu, dengan alasan tujuan pelaporan finasial, perusahaan tidak melaporkan aktiva atau kewajiban yang termasuk dalam perjanjian leasing. Namun, dengan alasan tujuan perpajakan, perusahaan dapat mengkapitalisasi dan mendepresiasi aktiva lease.
7.      Pembiayaan diluar neraca ( Off-Balance Sheet Financing )
Beberapa lease tidak mengakibatkan bertambahnya hutang pada neraca atau mempengaruhi rasio keuangan, tetapi dapat menambah kemampuan perusahaan untuk melakukan pinjaman.

2.4   Kekurangan Leasing
1. Pembiayaan secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank. Hal ini terjadi karena sumber dana Lessor pada umumnya dari bank atau lembaga keuangan bukan bank.
2.  Barang modal yang dilease tidak dapat dicantumkan sebagai unsur aktiva lesee untuk tujuan "Collateral Credit" dari Bank, yaitu "Trade Creditor" mungkin akan menilai perusahaan tersebut memiliki posisi keuangan yang lemah.
3.  Bagi para perusahaan tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise antara memiliki barang modal sendiri atau lease.
4.  Resiko yang lebih besar pada lessor, artinya adanya tanggung jawab yang menuntut pihak ketiga jika terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang lain yang disebabkan oleh "lease property" tersebut, dan juga lessor belum tentu yakin bahwa barang lease tersebut bebas dari berbagai ikatan seperti "liens" (gadai) "preferences", "priorities", “charges" atau kepentingan-kepentingan lainnya.

2.5 Mekanisme Leasing
1.  Lessee menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang yang akan disewa.
2.   Lessee melakukan negoisasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal. Dalam hal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang tidak mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok pembiayaan leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa (lease rental), dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.   Lessor mengirimkan letter of offer atau comittment letter kepada lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayaai barang modal yang dibutuhkan, lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4.  Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee, dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab dan objek leasing, perpajakan jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya
5.  Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui
6.  Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta menandatangani surat tanda terim dan perintah bayar selanjutnya diserahkan kepada pemasok.
7. Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
8.   Pembayaran oleh lessor kepada pemasok.
9.  Pembayaran sewa (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai beserta bunganya.

2.6    Perbedaan Leasing dengan Perjanjian Lainnya
2.6.1        Perbedaan dengan jual beli
1.  Penyerahan hak milik pada jual beli pasti terjadi setelah pembeli membayar harga barang yang dibeli, sedangkan pada leasing penyerahan hak milik terjadi apabila lesse menggunakan hak opsinya.
2.  Jual beli adalah suatu jenis perjanjian nominative yang bukan merupakan jenis lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah jenis perjanjian innominatife yang merupakan lembaga pembiayaan.

2.6.2      Perbedaan dengan sewa menyewa
1.  Pada leasing, masalah jangka waktu perjanjiannya merupakan focus utama karena dengan berakhirnya jangka waktu lesse diberikan hak opsi. Sementara itu, pada sewa menyewa, masalah waktu bukan focus utama .
2.  Sewa merupakan jenis perjanjian nominative, yaitu suatu jenis perjanjian yang sudah diatur dalam KUH Perdata. Sementara leasing adalah suatu jenis perjanjian innominatif, yang disebut sebagai salah satu lembaga pembiayaan badan usaha.
3.  Para pihak dalam leasing adalah badan usaha sedangkan dalam sewa menyewa para pihaknya perorangan.
4. Pada leasing biasanya dibutuhkan jaminan–jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa tidak diperlukan jaminan.
5.  Pada leasing disertai dengan hak opsi, sedangkan pada sewa menyewa hak opsi tidak diperlukan.

2.6.3   Perbedaan dengan sewa beli
1.  Dalam sewa beli peralihan hak milik pasti terjadi setelah berakhir masa sewa, sedangkan pada leasing peralihan hak milik terjadi jika lease mempergunakan hak opsinya.
2. Sewa beli merupakan jenis perjanjian innominatif yang tidak termasuk lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah lembaga pembiayaan.
3.  Dalam leasing ada tiga pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor, dam supplier, sedangkan pada sewa beli hanya dua pihak.
2.7   Jenis-Jenis Leasing
2.7.1        Finance Lease
Sewa Pembiayaan (Finance Lease) adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan.
Teknik finance lease biasanya juga disebut sebagai fill pay out yaitu suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:   
  •      Lessor sebagai pihak pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak yang memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
  •        Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah yang dibayar tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan (spread) yang diinginkan lessor.
  •      Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang disewa tersebut ditanggung oleh lessee.
  •       Lesse pada akhir kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa yang disepakati atau mengembalikan pada lessor atau memperpanjang masa seawa guna usaha sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
  •        Pembayaran berkala pada masa perpanjangan sewa tersebut biasanya jauh lebih rendah dari angsuran sebelumnya.
Dalam praktiknya, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksi antara lain sebagai berikut:
1.      Direct finance lease
     Dalam transaksi ini, pihak Lessor membeli barang modal atas permintaan dari Lessee dan langsung dilease kepada lessee. Lessee juga dapat terlibat dalam proses pembelian barang modal dari pemasok.
2.      Sale and lease back
     Pihak Lessee menjual barang modalnya kepada Lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka waktu yang disepakati bersama. Metode transaksi ini membantu Lessee yang mengalami kesulitan modal kerja.
3.      Leveraged lease
     Dalam proses sewa guna usaha ini, pihak yang terlibat adalah Lessor, lessee, dan kreditor jangka panjang dalam membiayai objek leasing. Pihak kreditor jangka panjang inilah yang biasanya justru memberikan porsi yang besar dalam pembiyaan. Kreditor jangka panjang, biasanya lembaga keuangan misalnya bank yang akan menyediakan pembiayaan sebesar 60%-80% yang disebut leverage debt without recourse kepada pihak lessor. Apabila pihak lessee mengalami default dan tidak mampu mengangsur, lessor tidak ikut bertanggung jawab terhadap bank.

2.7.2        Operating Lease
Sewa Operasi (Operating Lease) adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset
Operating lease dapat juga disebut dengan leasing biasa yaitu suatu perjanjian kontrak antara Lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa:
  •      Lessor sebagai pemilik objek leasing menyerahkannya kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relative lebih pendek dari umur ekonomis barang modal tersebut
  •      Lessee atas penggunaan modal tersebut, membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya. Hal ini disebut nonfull pay out lease.
  •      Lessor menanggung segal risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut
  •         Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek leasing pada lessor
  •         Lessee dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu (cancelable).
2.8    Akuntansi Leasing bagi Pihak Menyewakan dan Menyewa
2.8.1        Perlakuan Akuntansi oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee)
Kejadian-kejadian yang terjadi di perusahaan, setelah diidentifikasi barulah dilakukan pencatatan. Berikut ini akan dijelaskan cara memperlakukan transaksi yang terjadi menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK no. 30). Perlakuan akuntansi berbeda-beda untuk tiap transaksi pada setiap jenis lease.
·         Pada Capital Lease
a)   Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh lessee pada akhir masa lease. Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
b)  Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal sewa guna usaha.
c)  Aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d)  Kalau aktiva yang disewa guna usaha dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
e)  Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai praktek yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
f)  Dalam hal melakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and lease back) maka transkasi tersebut haru dilakukan sebagai dua transaksi terpisah, yaitu transaksi penjualan dan trandsaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara perporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang disewa guna usaha apabila leaseback merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.

·         Pada Sewa Menyewa Biasa (Operating Lease)
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama pada setiap periode.
Barang modal yang dilease harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya. Kalau aktiva yang dilease dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.

2.8.2        Perlakuan Akuntansi Oleh Perusahaan Sewa Guna Usaha (Lessor)
Berbeda dengan pihak lessee, Lessor memperlakukan transaksi sebagai berikut:
·         Pada Finance lease
a)  Penanaman netto dalam aktiva yang disewaguna ushakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai penanaman netto sewa guna usaha. Jumlah penanaman netto terdiri dari jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangai dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan simpanan jaminan (security income).
b)  Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan perolehan aktiva yang disewaguna usahakan diperlukan sebagai pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
c)  Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan tingkat pengembalian berkala (Periodie rate of return) atas penanaman netto perusahaan sewa guna usaha.
d)  Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha maka perbedaan antara harga jual dengan penanaman netto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
e)   Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha harus diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.

·       Pada Operating Lease
a)  Barang modal yang dilease harus diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
b)  Pembayaran sewa guna usaha (lease payment) selama tahun berjalan yang diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembyaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode
c)  Penyusutan aktiva yang dilease harus dilakukan dalam jumlah yang layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d)  Jika aktiva yang dilease dijual maka perbedaan antara nilai buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai kerugian atau keuntungan tahun berjalan.

Sumber:
Ankarath, Nandakumar. 2012. Memahami IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional. PT Indeks. Jakarta
BPPK Kemenkeu. (2011). Perlakuan Akuntansi Leasing Menurut PSAK 30 dan Menurut Peraturan Perpajakan. [Online]. Tersedia: http://www.bppk. kemenkeu.go.id/berita-medan/12042-perlakuan-akuntansi-leasing-menurut-psak-30-dan-menurut-peraturan-perpajakan. [19 November 2016].
Enawati. Heni. 2011. Leasing. [Online]. Tersedia:  http://henienawati.blogspot. co.id/2011/01/leasing.html. [25 November 2016].
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, D.E., Jerry J. Weigandt, dan Terry D. Warfield. 2008. Akuntansi Intermediate, Edisi 12. Jakarta: Erlangga.
Triandanu, S., dkk. (2000). Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Reading Time:
Dasar-dasar Perilaku Kelompok
November 25, 2015 2 Comments


pic from: businesstrainingexperts.com

A.      Definisi Kelompok
Robbins (2009: 356) menyatakan bahwa kelompok (group) didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Menurut  Muzafer Sherif, kelompok  adalah kesatuan  yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu.
Menurut De Vito (1997), kelompok merupakan sekumpulan individu yang cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para anggota saling berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau struktur diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau peraturan yang mengidentifikasi tentang apayang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.
Sementara Gibson (1995) memandang kelompok dari empat kelompok prespektif, diantaranya :
1. Dari sisi persepsi, kelompok dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang  saling berinteraksi satu sama lain, dimana masing-masing anggota menerima kesan atau persepsi dari anggota lain.
2.   Dari sisi organisasi, kelompok adalah suatu sistem terorganisasi yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan dengan sistem menunjukkan beberapa fungsi, mempunyai standar dari peran hubungan di antara anggota.
3. Dari sisi motivasi, kelompok dipandang sebagai sekelompok individu yang keberadaannya sebagai suatu kumpulam yang menghargai individu.
4.   Dari sisi interaksi, menyatakan bahwa inti dari pengelompokkan adalah interaksi dalam bentuk interpedensi.
Dari beberapa pandangan tersebut, Gibson menyimpulkan bahwa yang disebut kelompok itu adalah kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja satu anggota dipengaruhi oleh perilaku dan atau prestasi anggota yang lainnya.

B.       Klasifikasi Kelompok
Kelompok-kelompok di dalam organisasi secara sengaja direncanakan atau sengaja dibiarkan terbentuk oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati begitu, kelompok juga kerap muncul melalui proses sosial dan organisasi informal. Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan perkembangan kelompok jika interaksi tersebut berhubungan dengan norma perilaku mereka sendiri, kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal.
1.      Kelompok Formal
Kelompok formal yaitu kelompok-kelompok yang didefinisikan oleh struktur organisasi, dengann penentuan tugas berdasarkan penunjukan penugasan kerja.  Kebutuhan dan proses organisasi menimbulkan formulasi tipe – tipe kelompok yang berbeda–beda. Khususnya ada dua tipe kelompok formal, di antaranya :
a.       Kelompok Komando (Command Group)
Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasi. Kelompok terdiri dari bawahan yang melapor langsung kepada seorang supervisor tertentu. Hubungan wewenang antara manajer departemen dengan supervisor, atau antara seorang perawat senior dan bawahannya, merupakan kelompok komado.
b.      Kelompok Tugas (Task Group)
Kelompok tugas terdiri dari para karyawan yang bekerja – sama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu. Misalnya, kegiatan para karyawan administrasi dalam perusahaan asuransi pada waktu orang mengajukan tuntutan kecelakaan, merupakan tugas yang harus dilaksanakan
2.      Kelompok Informal
Kelompok informal yaitu perhimpunan yang tidak terstruktur secara formal maupun secara organisasional. Dengan perkataan lain, kelompok informal tidak muncul karena dibentuk dengan sengaja, tetapi muncul secara wajar.
Orang mengenal dua macam kelompok informal khusus diantaranya:
a.       Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Orang yang mungkin tidak merupakan anggota dari kelompok komando atau kelompok tugas yang sama, mungkin bergabung untuk mencapai sesuatu sasaran bersama. Para karyawan yang bersama – sama bergabung dalam kelompok untuk membentuk front yang terpadu menghadapi manajemen untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak dan pelayan wanita yang mengumpulkan uang persen mereka merupakan contoh dari kelompok kepentingan. Perlu diketahui juga tujuan kelompok semacam itu tidak berhubungan dengan tujuan organisasi, tetapi tujuan itu bersifat khusus bagi tiap – tiap kelompok.
b.      Kelompok Persahabatan (Friendship Group)
Banyak kelompok dibentuk karena para anggotanya mempunyai sesuatu kesamaan, misalnya usia, kepercayaan politis, atau latar belakang etnis. Kelompok persahabatan ini seringkali melebarkan interaksi dan komunikasi mereka sampai pada kegiatan diluar pekerjaan.
Jika Pola gabungan karyawan dicatat, maka akan segera menjadi jelas bahwa mereka termasuk dalam berbagai macam kelompok yang sering bersamaan. Maka diadakan perbedaan diantara dua klasifikasi kelompok yang luar:  kelompok formal dan informal. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa kelompok formal (kelompok komando dan kelompok tugas) dibentuk oleh organisasi formal dan merupakan alat untuk mencapai tujuan, sedangkan kelompok informal (kelompok kepentingan dan kelompok persahabatan) adalah penting untuk keperluan mereka sendiri (artinya, mereka memenuhi kebutuhan pokok akan berkelompok).

C.      Tahap-tahap Perkembangan Kelompok
Kelompok biasanya berkembang melalui sebuah urutan berstandar dalam evolusi mereka. Urutan ini dapat daisebut sebagai model lima tahap perkembangan kelompok. Meskipun riset mengindikasikan bahwa tidak semua kelompok mengikuti pola ini, model tersebut adalah sebuah kerangka yang berguna untuk memahami perkembangan kelompok.
Model lima tahap perkembangan kelompok (five-stage group –development model) menyebutkan karakteristik perkembangan kelompok dalam lima tahap yang berbeda: pembentukan, timbulnya konflik, normalisasi, hasil berupa kinerja, dan pembubaran.

1.      Tahap Pembentukan (forming)
Memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Para anggotanya “menguji kedalaman air” untuk menentukan jenis-jenis perilaku yang dapat diterima. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok.
2.      Tahap Timbulanya Konflik (storming stage)
Yaitu satu dari konflik intrakelompok. Para anggotanya menerima keberadaan kelompok tersebut tetapi terdapat penolakan terhadap batasan-batasan yang diterima kelompok tersebut terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa yang akan mengenalikan kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai terdapat sebuah hierarki yang relatif jelas atas kepemimpinan dalam kelompok tersebut.
3.      Tahap Normalisasi (norming stage)
Yaitu tahap di mana hubungan yang dekat terbentuk dan kelompok tersebut menunjukan kekohesifan. Terdapat sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap ini selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah mengasimilasi serangkaian ekspektasi umum definisi yang benar atas perilaku anggota.
4.      Tahap Berkinerja (performing)
Yaitu tahap ketika kelompok tersebut sepenuhnya fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dan saling mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada.
5.      Tahap Pembubaran (adjourning stage)
Yaitu tahap terakhir dalam perkembangan kelompok untuk kelompok-kelompok sementara, dikarakteristikan oleh perhatian untuk menyelesaikan aktivitas-aktivitas dibandingkan penampilan tugas.
Kelompok-kelompok sementara dengan tenggat waktu tampaknya tidak mengikuti model sebelumnya. Model yang mereka pakai ialah Model Ekuilibrium tersebar (punctuated-equilibrium model), yang merupakan transisi kelompok-kelompok sementera yang melalui antara inersia dengan aktivitas. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa mereka memiliki urusan tindakan (atau tidak bertindak) mereka sendiri yang unik, antara lain:
1.   Pertemuan pertama mereka menentukan arah kelompok tersebut
2.   Fase pertama dari aktifitas kelompok ini adalah inersia (ketidakaktifan)
3.   Sebuah transisi terjadi pada akhir fase pertama ini, tepat ketika kelompok tersebut menggunakan setengah dari waktu yang dimilikinya
4.   Sebuah transisi yang mencetuskan perubahan besar
5.   Sebuah fase kedua inersia mengikuti transisi oleh akselerasi aktivitas yang sangat mencolok
Pertemuan terakhir kelompok tersebut dikarakteristikan oleh akselerasi aktivitas yang sangat mencolok.

D.      Peran, Norma, Status, Ukuran dan Kekohesifan dalam Kelompok
1.      Peran
Istilah ini dimaksudkan sebagai serangkaian pola perilaku yang dikaitkan erat dengan seseorang yang menempati sebuah posisi tertentu dalam sebuah unit sosial. Pemahaman atas perilaku peran akan secara dramatis disederhanakan jika masing-masing dari kita memilih satuperan dan memainkannya secara teratur dan konsisten. Sayangnya, kita diharuskan memainkan sejumlah ragam peran, baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan kita. 
2.      Norma
Norma adalah standar-standar perilaku yang dapat diterima dalam sebuah kelompok yang dianut oleh para anggota kelompok. Norma memberi tahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan di bawah keadaan-keadaan tertentu. Dari sudur seorang individu, norma-norma tersebut memberi tahu apa yang diharapkan dari seorang Anda dalam situasi-situasi tertentu. Ketika disetujui dan diterima oleh kelompok, norma berlaku sebagai cara untuk memengaruhi perlaku dari anggota kelompok dengan kontrol eksternal yang minimum. Norma berbeda antar kelompok, komunitas, dan  masyarakat, tetapi mereka semua memilikinya.
3.      Status
Status adalah sebuah posisi atau pangkat yang  didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain-meresap  dalam setiap masyarakat. Meskipun telah ada banyak usaha, kita hanya mendapat sedikit kemajuan menuju sebuah masyarakat tanpa kelas. Bahkan kelompok yang paling kecil akan mengembangkan peran-peran, hak-hak, dan ritual-ritual untuk membedakan para anggotanya. Status adalah faktor penting dalam memahami perilaku manusia karena hal ini adalah sebuah motivator signifikan dan memiliki kensekuensi-konsekuensi perilaku besar ketika individu-individu menerima perbedaan antara apa yang mereka percaya sebagai status dna apa yang dirasakan oleh orang lain.
4.      Ukuran
Apakah ukuran dari sebuah kelompok memengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan? Jawaban atas pertanyaan ini pastinya adalah Ya, tetapi pengaruhnya bergantung pada variabel yang Anda lihat. Sebagai contoh, bukti yang ada mengindikasikan bahwa kelompok yang lebih kecil lebih cepat dalam menyelesaikan tugas daripada kelompok yang lebih besar, dan bahwa individu-individu berkinerja lebih baik dalam kelompok yang lebih kecil. Tetapi, jika kelompok tersebut terlibat dalam pemecahan masalah, kelompok besar secara konsisten mendapat nilai yang lebih baik dibandingkan yang lebih kecil.
Salah satu penemuan paling penting yang berhubungan dengan ukuran sebuah kelompok telah diberi label kemalasan sosial (social loafing). Kemalasan sosial adalah sebuah kecenderungan para individu untuk mengeluarkan usaha yang lebih sedikit ketika bekerja secara kolektif daripada ketika bekerja secara individual. Hal tersebut secara langsung bertentangan dengan logika bahwa produktivitas dari sebuah kelompok sebagai keseluruhan setidaknya harus seimbang dengan jumlah produktivitas setiap individu dalam kelompok tersebut.
5.      Kekohesifan
Kelompok-kelompok berbeda dalam kekohesifan mereka, yaitu, tingkat di mana para anggotanya saling tertarik dan termotivasi untuk tinggal dalam kelompok tersebut. Misalnya, beberapa kelompok kerja menjadi  kohesif karena para anggotanya telah menghabiskan banyak waktu bersama, atau ukuran kelompok yang kecil memfasilitasi adanya interaksi yang tinggi, atau kelompok tersebut telah mengalami ancaman-ancaman eksternal yang menjadikan mereka lebih dekat. Kekohesifan penting karena berhubungan dengan produktivitas kelompok.
Berbagai penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa hubungan kekohesifan dan produktivitas bergantung pada norma-norma terkait kinerja yang ditetapkan oleh kelompok. Jika norma-norma terkait kinerja tinggi, kelompok kohesif akan lebih produktif dibandingkan dengan kelompok yang kurang kohesif. Namun jika kekohesifan tinggi dan norma kinerja rendah, produktivitas akan rendah. Jika kekohesifan rendah dan norma kinerja tinggi, produktivitas meningkat, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan pada situasi kekohesifan tinggi/norma tinggi.

E.     Pengambilan Keputusan Kelompok
1.      Pengertian keputusan
Pengambilan keputusan sering dijelaskan sebagai tindakan memilih di antara beberapa kemungkinan. Pengambilan keputusan adalah suatu proses lebih pelik dari sekedar memilih di antara beberapa kemungkinan.
Banyak perdebatan muncul saat menentukan efektivitas pengambilan keputusan secara individu atau kelompok. Secara kelompok biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai keputusan, tetapi dengan pengambilan keputusan kelompok dapat mengikut-sertakan spesialis dan ahli akan menguntungkan karena interaksi di antara mereka akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Pada kenyataannya, banyak para peneliti menyatakan bahwa keputusan konsensus dengan lima atau lebih peserta akan lebih baik, karena akan mendapatkan pengumpulan suara terbanyak dan keputusan memimpin kelompok.
Keputusan tertentu tampaknya memang menjadi lebih baik jika dibuat oleh kelompok, seperri Keputusan tidak terprogram lebih cocok jika dibuat oleh kelompok.
2.      Hal yang harus di perhatikan proses kelompok dalam membuat keputusan tak terprogram
Hal-hal berikut ini berhubungan dengan proses kelompok saat membuat keputusan tak terprogram, yaitu:
a.  Penetapan tujuan: kelompok lebih unggul dibandingkan individu sebab kelompok memiliki pengetahuan lebih banyak dibandingkan individu.
b.  Identifikasi alternatif: usaha individu sebagai bagian dari anggota kelompok akan merangsang pencarian lebih luas diberbagai area fungsional di organisasi.
c.  Evaluasi alternatif: pertimbangan kolektif dari kelompok dengan berbagai sudut pandang lebih unggul dibanding individu.
d.  Memilih alternatif: interaksi kelompok dan pencapaian konsensus biasanya menghasilkan penerimaan resiko lebih besar dibanding individu. Keputusan kelompok juga biasanya lebih dapat diterima sebagai hasil dari partisipasi bersama.
e.  Implementasi keputusan: dibuat oleh kelompok atau tidak, penyelesaian biasanya dilakukan oleh seorang saja manajer. Individu bertanggungjawab untuk implementasi keputusan kelompok.
3.      Teknik pengambilan keputusan kelompok
Dalam pengabilan suatu keputusan, terdapat suatu teknik yang digunakan. Teknik tersebut antara lain:
a.   Kelompok interaktif, yaitu anggota berinteraksi secara langsung dengan anggota lain.
b.   Kelompok nominal , yaitu membatasi komunikasi antar pribadi selama proses pengambilan keputusan , karena masing-masing individu mengemban tugas secara independen.
4.      Bentuk teknik pengambilan keputusan kelompok
Terdapat 3 bentuk teknik dalam pengambilan keputusan kelompok, antara lain:
a.  Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Delphi, umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan yang diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil keputusan yang tidak berada di satu tempat. Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak.
b.  Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok Nominal, adalah rapat kelompok yang terstruktur terdiri dari 7-10 individu duduk berkumpul tetapi tidak berbicara satu sama lainnya. Setiap orang menulis gagasannya di selembar kertas. Setelah 5 menit, dilakukan saling tukar pikiran yang terstruktur. Setiap orang mengajukan satu gagasan. Seseorang yang ditunjuk sebagai notulen mencatat seluruh gagasan itu di kertas di depan seluruh anggota kelompok.
c.  Teknik Pengambilan Keputusan dengan Pertemuan Elektronik, Pendekatan yang terbaru untuk pengambilan keputusan kelompok adalah mencampurkan teknik kelompok nominal dengan teknologi komputer canggih. Bentuk ini disebut dengan pertemuan elektronik (electronic meeting). Jika tehnologi sudah dipakai, konsepnya sederhana saja. Sampai dengan lima puluh orang duduk mengelilingi meja berbentuk U (tapal kuda) yang disana hanya ada seperangkat terminal komputer. Masalah dipresentasikan kepada para peseta pertemuan dan meraka mengetik tanggapan mereka ke layar komputer. Komentar individu, serta jumlah suara diperlihatkan di layar proyeksi di ruangan tersebut.
5.      Kelebihan pengambilan keputusan kelompok
Menurut Mansoer (1989:69) ada beberapa kelebihan keputusan kelompok dibandingkan dengan keputusan individual, antara lain:
a.  Informasi yang lengkap lebih mungkin diadakan. Dalam kelompok terhimpun banyak pengalaman dan pandangan daripada seorang.
b.  Banyak alternatif yang muncul, karena kelompok mempunyai informasi banyak dalam jumlah dan ragamnya dan dapat mengidentifikasi lebih banyak kemungkinan. Lebih-lebih lagi kelompok itu terdiri atas berbagai keahlian dan latar belakang pengalaman.
c.  Keputusan kelompok lebih berterima. Hal ini disebabkan karena keputusan kelompok lebih menelaah banyak pandangan dan pendapat, sehingga keputusannya lebih besar kemungkinan mendapat persetujuan lebih dari banyak orang.
d.  Meningkatkan kesempatan terlaksananya hak orang banyak. Keputusan kelompok lebih sesuai dengan hak demokrasi. Mengingat banyak kesempatan oleh manajer untuk mengambil keputusan sendiri, maka mengambil kebijaksanaan untuk memberi kesempatan kepada orang lain yang ahli untuk turut mengambil kebagian dalam pengambilan keputusan, adalah merupakan upaya meningkatkan legistimasi orang lain.
  6.      Kekurangan pengambilan keputusan  kelompok
Selain memiliki kelebihan, pengambilan keputusan secara kelompok juga tidak lepas dari beberapa kelemahan, di antaranya adalah:
a.  Memakan waktu. Keputusan kelompok diperoleh dari hasil diskusi yang panjang, banyak waktu dipakai untuk rapat-rapat, sedangkan pengambilan keputusan sendiri oleh manajer bisa diambil dalam waktu singkat, tepat pada saat masalahnya timbul.
b.  Dominasi minoritas. Tidak mungkin dalam satu kelompokterwakili semua kepentingan dalam organissi dan seringkali hanya terdiri atas segelintir orang saja. Kesempatan ini oleh para anggota kelompok sering digunakan untuk memenangkan kepentingan orang-orangtertentu dalam organisasinya yang sengaja atau tidak sengaja diwakilinya. Ada kecenderungan dia mendominasi kepentingan orang terbanyak.
c.   Tekanan untuk menyesuaikan. Dalam kelompok ada saja golongan yang mempunyai pengaruh dan menekan kelompok untuk menyesuaikan diri dengan kehendaknya.
d.  Tanggungjawab tersamar. Pada keputusan individual jelas siapa yang bertanggungjawab, tapi pada keputusan kelompok dari mereka (para anggota) tidak bisa dimintai pertanggungjawaban perorangan. Tanggung jawab perorangan luluh dalam tanggungjawab bersama.
7.      Perbandingan pengambilan keputusan individu dan kelompok
Apabila dilihat keefektifan dan efisiensi antar pengambilan keputusan kelompok atau individu, maka hal tergantung kepada kriteria apa yang dipakai sebagai ukuran efektif. Bila diukur dengan derajat akurasi, barangkali keputusan kelompok lebih akurat. Fakta membuktikan keputusan kelompok lebih baik daripada keputusan individu. Tetapi tidak berarti bahwa secara bersama kelompok lebih bermutu dari perseorangan. Bila dimaksud dengan efektif adalah ukuran kecepatan maka keputusan individual jadi lebih efektif. Kalau kreativitas yang jadi ukuran keefektifan maka keputusan kelompok adalah lebih efektif. Ukuran keefektifan lain, mungkin dukungan persetujuan, maka keputusan kelompok jadi lebih efektif. Dalam kerja kelompok pengambil keputusan, telah teruji bahwa jumlah anggota 5 sampai 7 orang adalah  produktif dan efektif. Efektif tentu diacu juga dengan efisiensi. Keputusan kelompok bisa jadi tidak efisien dibandingkan dengan keputusan individual, bila diukur dari waktuyang dipakai untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan bentuk mana yang akan dipakai bergantung kepada aspek yang mana yang dipentingkan, efektivitas atau efisiensi.

Sumber:
Robbins, Stephen P.dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Diterjemahkan oleh: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Matirah. 2015. Perilaku Organisasi Dasar - Dasar. [Online]. Tersedia: http://matirah. blogspot.co.id/2015/04/perilaku-organisasi-dasar-dasar.html. [18 September 2015].
Mutiara, Noor. 2013. Pengambilan Keputusan Kelompok. [Online]. Tersedia: http://noormutia.blogspot.co.id/2013/07/pengambilan-keputusan-kelompok.html.  [3 Oktober 2015].
Sapari, Tomi. 2013. Definisi Kelompok Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia: http://tomisapari.blogspot.co.id/2013/03/definisi-kelompok-menurut-para-ahli.html. [18 September 2015].
Reading Time: